Follow Us @soratemplates

24 Maret 2014

Profesi IT Forensik dan Penggunaannya

9:47 PM 0 Comments
ABSTRAK


Rahmi Imanda, 15110587
Ega Pramesti, 12110260
            Dalam menindakan lanjuti tindak kejahatan, dalam hal ini khususnya tindak kejahatan komputer, diperlukan suatu penyelidikan yang biasa di sebut dengan forensik, dalam hal ini dinamakan dengan IT forensik. Bukti tindak kejahtan komputer dalam bentuk komputer ataupun media penyimpanan akan diselidiki oleh para ahli forensik yang tentunya memiliki beberapa kriteria yang diperlukan.
            Penulisan ini dibuat untuk memberikan pengetahuan tentang IT forensik, serta kriteria apa saja yang diperlukan oleh seseorang untuk enjadi seorang ahli forensik. Penulisan ini dibuat dengan menggunakan study literatur melalui beberapa situs internet. Penulisan ini bisa digunakan untuk bahan pembelajaran bagi para pembaca

BAB 1
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Kejahatan komputer seperti hacker dan penyusupan terhadap situs-situs penting biasanya dilkukan untuk mencuri informasi penting seperti nomor rekening di bank, nomor kartu kredit atau informasi penting bisnis lainnya. Tindak kejahatan dalam bentuk harus apapun tetap akan diadili sesuai dengan hukum yang berlaku, begitu juga tindak kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer. Biasanya dalam menindak lanjuti suatu tindak kejahatan perlu dilakukan penyedlidikan seperti lokasi kejadian, barang bukti serta kapan tindak kejahatan itu dilakukan. Bukti hukum yang ditemukan di komputer dan media penyimpanan kainnya seperti handphone, notebook, server atau lainnya termasuk ke dalam bagian IT forensik.
Kegiatan forensik dilakukan oleh ahli penyelidik IT forensik yang tentunya memiliki kemampuan dibidang IT. Mereka tidak hanya menyelidik bukti forensik dalam bentuk fisik tetapi juga menyelidik tindakan kejahatan yang mengubah isi data penting yang dapat merugikan suatu perusahaan, seperti pengaksesan ilegal ke dalam operasi komputer.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulisan ni dibuat dengan judul “Profesi IT Forensik dan Penggunaannya”

2.      Rumusan Masalah
1.      Mengapa perlu adanya IT Forensik?
2.      Pengetahuan apa yang diperlukan oleh ahli forensik?
3.      Aktivitas apa saja yang dilakuakan oleh penyelidik forensik?

3.      Tujuan
Penulisan ini dibuat untuk memberikan pengetahuan tentang IT forensik, dan apa saja pengetahuan yang diperlukan untuk menjadi seorang ahli forensik.

4.      Metode
Metode yang dilakukan dalam penulisan ini menggunakan study literatur melalui beberapa situs internet.


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1.            IT Forensik
IT Forensik merupakan cabang dari ilmu komputer tetapi menjurus ke bagian forensik yaitu berkaitan dengan bukti hukum yang ditemukan di komputer dan media penyimpanan digital. Komputer forensik juga dikenal sebagai Digital Forensik yang terdiri dari aplikasi dari ilmu pengetahuan kepada indetifikasi, koleksi, analisa, dan pengujian dari bukti digital.
IT Forensik merupakan penggunaan sekumpulan prosedur untuk melakukan pengujian secara menyeluruh suatu sistem komputer dengan mempergunakan software dan tool untuk memelihara barang bukti tindakan kriminal. IT forensik dapat menjelaskan keadaan artefak digital terkini. Artefak Digital dapat mencakup sistem komputer, media penyimpanan (seperti hard disk atau CD-ROM, dokumen elektronik (misalnya pesan email atau gambar JPEG) atau bahkan paket-paket yang secara berurutan bergerak melalui jaringan. Bidang IT Forensik juga memiliki cabang-cabang di dalamnya seperti firewall forensik, forensik jaringan , database forensik, dan forensik perangkat mobile.

Berikut beberapa pengertian IT forensik menurut para ahli.
ü  Menurut Judd Robin, seorang ahli komputer forensik: “Penerapan secara sederhana dari penyelidikan komputer dan teknik analisisnya untuk menentukan bukti-bukti hukum yang mungkin”
ü  New Technologies memperluas definisi Robin dengan: “Komputer forensik berkaitan dengan pemeliharaan, identifikasi, ekstraksi dan dokumentasi dari bukti-bukti komputer yang tersimpan dalam wujud-informasi-magnetik”
Berdasarkan penjelasan tersebut, beberapa alasan mengapa perlunya menggunakan IT forensik dalam menangani tindak kejahatan komputer:
ü  Dalam kasus hukum, teknik digital forensik sering digunakan untuk meneliti sistem komputer milik terdakwa (dalam perkara pidana) atau tergugat (dalam perkara perdata).
ü  Memulihkan data dalam hal suatu hardware atau software mengalami kegagalan/kerusakan (failure).
ü  Meneliti suatu sistem komputer setelah suatu pembongkaran/ pembobolan, sebagai contoh untuk menentukan bagaimana penyerang memperoleh akses dan serangan apa yang dilakukan.
ü  Mengumpulkan bukti menindak seorang karyawan yang ingin diberhentikan oleh suatu organisasi.
ü  Memperoleh informasi tentang bagaimana sistem komputer bekerja untuk tujuan debugging, optimisasi kinerja, atau membalikkan rancang-bangun.


2.2.            Ahli IT Forensik
Seperti ahli forensik dalam kasus tindak kriminal, tindak kejahatan di dunia IT pun juga memerlukan seoarang ahli forensik komputer. Berikut ini terdapat beberapa pengetahuan dan kriteria yang diperlukan untuk menjadi seorang ahli forensik.
Pengetahuan yang diperlukan ahli forensik di antaranya :
·         Dasar-dasar hardware dan pemahaman bagaimana umumnya sistem operasi bekerja.
·         Bagaimana partisi drive, hidden partition, dan di mana tabel partisi bisa ditemukan pada sistem operasi yang berbeda.
·         Bagaimana umumnya master boot record tersebut dan bagaimana drive geometry.
·         Pemahaman untuk hide, delete, recover file dan directory bisa mempercepat pemahaman pada bagaimana tool forensik dan sistem operasi yang berbeda bekerja.
·         Familiar dengan header dan ekstension file yang bisa jadi berkaitan dengan file tertentu
Kriteria ahli forensik berikut ini dijelaskan oleh Peter Sommer dari Virtual City Associates Forensic Technician , serta Dan Farmer dan Wietse Venema:
·         Metode yang berhati-hati pada pendekatan pencatatan rekaman.
·         Pengetahuan komputer, hukum, dan prosedur legal.
·         Keahlian untuk mempergunakan utility.
·         Kepedulian teknis dan memahami implikasi teknis dari setiap tindakan.
·         Penguasaan bagaimana modifikasi bisa dilakukan pada data.
·         Berpikiran terbuka dan mampu berpandangan jauh.
·         Etika yang tinggi.
·         Selalu belajar.
·         Selalu mempergunakan data dalam jumlah redundan sebelum mengambil kesimpulan.

2.3.            Aktivitas Ahli Forensik
Aktivitas yang perlu dilakukan oleh penyelidik forensik menurut Judd Robins :
ü  Perlindungan sistem komputer selama pengujian forensik dari semua kemungkinan perubahan, kerusakan, korupsi data, atau virus
ü  Temukan semua file pada sistem. Termasuk file normal, terhapus, hiden, pasword-protected, dan terenkripsi.
ü  Recovering file terhapus sebisa mungkin.
ü  Ambil isi file hidden juga file temporary atau swap yang dipergunakan baik oleh sistem operasi atau program aplikasi.
ü  Lakukan akses (jika dimungkinkan secara legal) isi dari file terproteksi atau terenkripsi.
ü  Analisa semua data yang relevan pada area spesial di disk. Misal unnalocated (tidak terpakai, tapi mungkin menyimpan data sebelumnya), slack space (area di akhir file pada last cluster yang mungkin menyimpan data sebelumnya juga).
ü  Cetak semua analisis keseluruhan dari sistem komputer, seperti halnya semua file yang relevan dan ditemukan. Berikan pendapat mengenai layout sistem, struktur file yangmditemukan, dan informasi pembuat, setiap usaha menyembunyikan, menghapus, melindungi, mengenkripsi informasi, dan lainnya yang ditemukan dan nampak relevan dengan keseluruhan pengujian sistem komputer.
ü  Berikan konsultasi ahli dan kesaksian yang diperlukan.
Karakteristik berikut diperlukan oleh ahli forensik untuk bekerja secara professional.
ü  Pendidikan, pengalaman dan sertifikasi merupakan kualifikasi yang baik untuk profesi  komputer forensik. Pendidikan dengan pengalaman memberikan kepercayaan yang diperlukan untuk membuat keputusan dan mengetahui keputusan yang tepat. Sertifikasi menunjukkan bahwa pendidikan dan pengalamannya merupakan standar yang tinggi dan dapat dipahami.
ü  Yakinkan pada setiap tindakan dan keputusan, agar mencukupi untuk kesaksian di pengadilan.
ü  Semua proses dilakukan dengan menyeluruh.
ü  Memiliki pengetahuan yang banyak mengenai bagaimana recover data dari berbagai tipe media.
ü  Mampu memecah password dari aplikasi dan sistem operasi yang berbeda dan mempergunakannya untuk penyelidikan.
ü  Perlu pengetahuan yang memadai, tanpanya bisa terjadi kesalahan yang akan membuat barang bukti ditolak di pengadilan. Barang bukti bisa dirusak, diubah, atau informasi yang berharga terlewat.
ü  Obyektif dan tidak bias, harus fair pada penyelidikan, dengan fakta yang akurat dan lengkap.
ü  Inovatif dan memiliki kemampuan interpersonal yang baik
o   Memiliki kemampuan verbal dan oral yang baik
o   Menggunakan penalaran dan logika yang tepa

Sumber Referensi
[1] http://ranggablack89.wordpress.com/2012/05/06/it-forensic-it-audit-trails-teal-time-audit/*
[2] http://halifahika.blogspot.com/2012/05/it-forensik.html*
[3] http://jurnal.atmaluhur.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/Forensik.pdf*
*diakses pada tanggal 21 Maret 2014

Peraturan Pemerintah Dalam Menangani Cyber Crime untuk Keamanan Negara Indonesia

9:34 PM 0 Comments
ABSTRAK

Rahmi Imanda, 15110587
Ega Pramesti, 12110260
            Indonesia merupakan sebuah negara dimana kekuasaannya baik politik, ekonomi, militer maupun sosial diatur oleh pemerintahan. Di Indonesia teknologi Informasi berkembang dengan pesatnya. Namun tindak kriminal seperti cyber crime juga sering terjadi di Indonesia. Hal ini tentunya juga akan berpengaruh terhadap keamanan Indonesia. Maka dari itu perlu adaanya peraturan pemerintah dalam menangani cyber crime untuk keamanan negara Indonesia.
            Penulisan ini dibuat dengan tujuan untuk menginformasikan jenis-jenis cyber crime, dampaknya terhadap negara Indonesia serta peraturan pemerintah dalam menanganinya. Penulisan ini dibuat dengan menggunakan study literatur melalui beberapa situs internet. Penulisan ini bisa digunakan untuk bahan pembelajaran bagi para pembaca.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.        Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang tidak luput dari pengaruh dari luar. Perkembangannya tidak hanya terjadi pada gaya hidup namun juga pada perkembangan ilmu teknologinya yang berkembang dengan pesatnya. Perkembangan itu mengalir sesuai dengan berbagai macam kebutuhan masyarakat Indonesia itu sendiri. Teknologi informasi bisa digunakan untuk berbagai fungsi diantaranya untuk meningkatkan hubungan sosial dengan masyarakat, untuk transaksi jual-beli, ataupun untuk hubungan bisnis lainnya. Penggunaaan teknologi informasi dalam kehidupan kita, bisa dikatakan telah menjadi suatu kebutuhan primer. Hal ini terlihat dari banyaknya penjual peralatan elektronik mulai dari handphone, komputer dan sebagainya disetiap daerah. Nahkan setiap orang mulai dari anak-anak hingga orangtuapun menggunakan teknologi informasi ini dalam kehidupan mereka. Banyaknya pengguna teknologi informasi ini tentunya ada dampak positif dan negatif.
Dampak negatif dari penggunaan teknologi ini biasa dikenal dengan istilah cyber crime. Biasanya cyber crime dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi computer dan telekomunikasi. Internet sendiri merupakan suatu media komunikasi yang memberikan berbagai macam manfaat dan kemudahan kepada penggunanya. Tujuan dari cyber crime  ini biasanya dilakukan untuk mengambil keuntungan ataupun kesenangan pribadi semata.
Berkembangnya para cyber crime di Indonesia tidak hanya mengancam para penggunanya saja, tetapi juga terhadap keamanan negara ini. Para pelaku cyber bisa saja melakukan tindakan ilegal untuk mengambil dokumen atau aset penting negara, yang tentunya akan sangat berpenaruh terhadapa keamanan negara Indonesia.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan suatu pembahasan mengenai “Peraturan Pemerintah Dalam Menangani Cyber Crime  untuk Keamanan Negara Indonesia”.

2.        Rumusan Masalah
2.1. Apa saja bentuk kejahatan dari cyber crime?
2.2. Apa saja dampak dari cyber crime terhadap keamanan negara Indonesia?
2.3. Apa bentuk peraturan pemerintah dalam menangani cyber crime?

3.        Tujuan
Penulisan ini dibuat untuk memberikan pengetahuan tentang cyber crime kepada para pembaca, serta dampak yang akan ditimbulkan terhadap keamanan negara Indonesia.

4.        Metode
Metode yang dilakukan dalam penulisan ini menggunakan study literatur melalui beberapa situs internet.


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1.            Pengertian Cyber Crime
Cyber crime merupakan indak kejahatan yang digunakan dengan menggunakan teknologi informasi berupa internet. Namun pengertian dari cyber crime ini berbeda-beda sesuai dengan pendapat dari beberapa para ahli.
Berikut pengertian cyber crime menurut beberapa para ahli:[1]
1.        Menurut Kepolisian Ingris, Cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan criminal dan/atau criminal berteknologi tinggi dengan menyalah gunakan kemudahan teknologi digital.
2.        Menurut Peter, Cyber crime adalah “The easy definition of cyber crime is crimes directed at a computer or a computer system. The nature of cyber crime, however, is far more complex. As we will see later, cyber crime can take the form of simple snooping into a computer system for which we have no authorization. It can be the feeing of a computer virus into the wild. It may be malicious vandalism by a disgruntled employee. Or it may be theft of data, money, or sensitive information using a computer system.
3.        Indra Safitri mengemukakan bahwa kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet.
           
2.2.            Jenis-Jenis Cyber Crime
Tindak kejahatan cyber crime ini dibagi berdasarkan motif dan jenis aktifitas yang dilakukan oleh pelaku cyber.[2]

Jenis-jenis cybercrime berdasarkan motif
a.         Cybercrime sebagai tindak kejahatan murni :
Dimana orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau system computer.
b.      Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu :
Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.
c.       Cybercrime yang menyerang individu :
Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll
d.        Cybercrime yang menyerang hak cipta (Hak milik) :
Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri.
e.         Cybercrime yang menyerang pemerintah :
Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.
Jenis-jenis cybercrime berdasarkan jenis aktivitasnya
1.      Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi.
2.      Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi danpropaganda untuk melawan pemerintahan yang sah, dan sebagainya.
3.      Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commercedengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik” yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku.
4.      Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data pentingnya tersimpan dalam suatu sistem yang computerized.
5.      Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku.
6.      Offense against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.
7.      Infringements of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
8.      Cracking
Kejahatan dengan menggunakan teknologi computer yang dilakukan untuk merusak system keamaanan suatu system computer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan anarkis begitu merekan mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana hacker sendiri identetik dengan perbuatan negative, padahal hacker adalah orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.
9.      Carding
Adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi computer untuk melakukan transaksi dengan menggunakan card credit orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik materil maupun non materil.

2.3.            Dampak Cyber Crime Terhadap Keamanan Negara Indonesia
Melalui pembahasan diatas, di ketehui bahwa cyber crime merupakan tindak kejahatan yang merugikan orang lain. Kerugian ini juga bisa berdampak pada suatu negara. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus-kasus kejahatan teknologi informasi di berbagai negara seperti website milik pemerintah RI dirusak oleh hacker (Kompas, 11/08/1999). Hal ini tentunya memiliki dampak terhadap keamanan negara Indonesia.
Berikut beberapa dampak cyber crime terhadap keamanan negara Indonesia:[3]
Dampak Cybercrime Terhadap Keamanan Negara
ü  Kurangnya kepercayaan dunia terhadap Indonesia
ü  Berpotensi menghancurkan negara
Dampak Cybercrime Terhadap Keamanan Dalam Negri
ü  Kerawanan social dan politik yang ditimbulkan dari Cybercrime antara lain isu-isu yang meresahkan, memanipulasi simbol-simbol kenegaraan, dan partai politik dengan tujuan untuk mengacaukan keadaan agar tercipta suasana yang tidak kondusif.
ü  Munculnya pengaruh negative dari maraknya situs-situs porno yang dapat diakses bebas tanpa batas yang dapat merusak moral bangsa.

2.4.            Peraturan Pemerintah Indonesia dalam menangani cyber crime
Pengaturan tindak pidana siber diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Sama halnya seperti Convention on Cybercrimes, UU ITE juga tidak memberikan definisi mengenai cybercrimes, tetapi membaginya menjadi beberapa pengelompokkan yang mengacu pada Convention on Cybercrimes (Sitompul, 2012):[4]
1.         Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu:
a.       Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten illegal, yang terdiri dari:
·           kesusilaan (Pasal 27 ayat [1] UU ITE)
·            perjudian (Pasal 27 ayat [2] UU ITE)
·           penghinaan atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat [3] UU ITE)
·           berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen (Pasal 28 ayat [1] UU ITE)
·           menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA (Pasal 28 ayat [2] UU ITE)
·            mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29 UU ITE)
b.      dengan cara apapun melakukan akses illegal (Pasal 30 UU ITE)
c.       intersepsi illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik dan Sistem Elektronik (Pasal 31 UU ITE)
2.         Tindakpidana yang berhubungandengangangguan (interferensi), yaitu:
a.       Gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik (data interference – Pasal 32 UU ITE)
b.      Gangguan terhadap Sistem Elektronik (system interference – Pasal 33 UU ITE)
3.         Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang (Pasal 34 UU ITE)
4.         Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik (Pasal 35 UU ITE)
5.         Tindak pidana tambahan (accessoir Pasal 36 UU ITE)
6.         Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana (Pasal 52 UU ITE).

Pasal 42 UU ITE mengatur bahwa penyidikan terhadap tindak pidana dalam UU ITE dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) dan ketentuan dalam UU ITE. Artinya, ketentuan penyidikan dalam KUHAP tetap berlaku sepanjang tidak diatur lain dalam UU ITE. Kekhususan UU ITE dalam penyidikan antara lain:
ü  Penyidik yang menangani tindak pidana siber ialah dari instansi Kepolisian Negara RI atau Kementerian Komunikasi dan Informatika
ü  Penyidikan dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data
ü  Penggeledahan dan atan penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat
ü  Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan Sistem Elektronik, penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.


Sumber Referensi
[1] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37052/4/Chapter%20II.pdf*
[2] http://andriksupriadi.wordpress.com/2010/03/01/jenis-jenis-cybercrime/*
[3] http://blog.uin-malang.ac.id/ellie/2011/06/cyber-crime-etika-profesi-it/*
[4] http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5960/landasan-hukum-penanganan-cyber-crime-di-indonesia*
* Diakses pada tanggal 19 Maret 2014.