Follow Us @soratemplates

28 April 2014

Studi Kasus Hak Paten, Hak Cipta, dan Hak Kekayaan Intelektual

8:59 PM 0 Comments
Oleh :
Rahmi Imanda, 15110587
Ega Pramesti, 12110260

Kasus 1

Di Indonesia berdasarkan UU no.14 tahun 2001 mengenai paten, makhluk hidup kecuali jasad renik tidak dapat dipatenkan, sehingga perlindungan bibit unggul diatur dalam UU No.29 tahun 2000 mengenai Perlindungan Varietas Tanaman (PVT).

Salah satu tanaman pangan yang telah mendapatkan PVT di Indonesia adalah jagung. Jagung merupakan salah satu tanaman pangan terpenting selain beras dan kedelai. Sampai tahun 2001 jumlah lahan yang ditanami jagung hibrida di Indonesia hanya mencapai 15%, sangat jauh jika dibandingkan dengan Filipina dengan angka 40% atau Thailand dengan angka 86%. Gambaran ini menjadi argumentasi untuk meningkatkan penggunaan benih jagung hibrida.

Dewan Jagung Nasional yang beranggotakan wakil pemerintah dan industri, menargetkan peningkatan penggunaan jagung hibrida. Ditargetkan areal tanam 3,3 juta Ha saat ini dapat menjadi 7,5 juta ha. Yang menjadi potensi masalah bukan pada target peningkatan produksi jagung tersebut, namun sifat dari hal paten yang, melekat pada benih jagung hibrida. Dengan meningkatkan target pemakaian benih hibrida, maka meningkat pula ketergantungan petani pada benih yang dipatenkan tersebut. Berkaca dari kasus tuntutan hukum yang pernah ada seringkali tidak jelas definisi pelanggaran hukum yang dituduhkan kepada petani. Dan tidak kalah mengerikan adalah dengan adanya PVT perusahaan benih jagung multinasional memiliki peluang yang menentukan arah kebijakan pengembangan jagung di Indonesia.

Proyeksi masalah yang lebih besar dapat kita lihat pada kasus dominasi bibit paten yang diproduksi oleh PT. Monsanto di Amerika yang mencapai sekitar 85% di seluruh ladang kedelai, 45% dari seluruh ladang jagung dan 76% untuk ladang kapas. Petani di berbagai daerah di Amerika mengeluhkan sulitnya bercocok tanam tanpa tersangkut masalah pelanggaran hak paten, sedangkan untuk beralih ke bibit alami sudah tidak mungkin karena kelangkaan bibit alami di pasaran. PT. Monsanto menyatakan bahwa sejak tahun 1998 hingga 2004 telah dibuka sidang ribuan petani dengan tuntutan pelanggaran hak paten bibit produksinya. Tidak setengah-setengah, PT. Monsanto mengerahkan anggota khusus penyelidikan kemungkinana pelanggaran hak paten sebanyak 75 staf dengan anggaran sebesar $10.

Kasus 2

Kasus gugatan atas paten baru pertama terjadi terhadap jejaring sosial. Yahoo melayangkan gugatan atas kekayaan intelektual terhadap Facebook. Yahoo mengklaim jejaring sosial itu telah melanggar 10 hak patennya termasuk sistem dan metode untuk iklan di situs. Facebook membantah tuduhan itu. Gugatan itu muncul menyusul rencana Facebook untuk melakukan go publik. Masalah hak paten biasa terjadi antara pembuat smartphone, tetapi ini untuk pertama kalinya masalah ini diributkan oleh kedua raksasa internet. Dalam sebuah pernyataan dari Yahoo yang menyebutkan bahwa ini adalah kasus yang besar. "Paten Yahoo berkaitan dengan inovasi dalam produk online, termasuk layanan pesan, generasi berita berbayar, komentar sosial dan tampilan iklan, mencegah penipuan dan kontrol terhadap kerahasiaan," seperti disebutkan dalam gugatan itu. "Model jejaring sosial Facebook, yang mengijinkan pengguna untuk menciptakan profil dan terhubung dengan, diantara hal yang lain, seseorang atau bisnis, itu berbasis pada paten teknologi jeraring sosial yang dimiliki Yahoo. Jejaring sosial mengisyaratkan bahwa Yahoo tidak berupaya keras untuk menyelesaikan masalah itu tanpa melibatkan pengadilan. Digambarkan langkah Yahoo ini menimbulkan teka-teki. "Kami kecewa terhadap Yahoo, yang selama ini merupakan mitra bisnis Facebook dan sebuah perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari asosiasinya dengan Facebook, dan memutuskan untuk menempuh jalur hukum," tambahnya.

Sejarah berulang

Kasus ini seperti ulangan dari keputusan Yahoo untuk menggugat Google menyusul penawaran saham perdana perusahaan tu pada 2004 lalu. Sengketa masalah hak paten itu dimenangkan Yahoo yang memperoleh sejumlah pembayaran. Disebutkan Google melakukan penyelesaian kasus itu dengan menerbitkan 2,7 juta saham untuk saingannya.  "Ini masuk akal bahwa Yahoo ingin mencoba taktik yang berhasil digunakan dimasa lalu," kata analis teknologi di New York BGC Partner Colin Gillis kepada BBC. "Tetapi ada keputusasaan disana - tampaknya bahwa mereka akan mendapatkan uang dengan mudah dari Facebook. Ini tidak akan menganggu IPO."

Baru-baru ini Yahoo mengubah susunan pimpinannya, dan menunjuk Scott Thompson sebagai kepala eksekutif pada Januari lalu. Pendiri Yahoo, Jerry Yang, mengundurkan diri dari jajaran pimpinan pada Januari. Kepala perusahaan dan tiga direksi mengumumkan pengunduran diri mereka setelah itu. The Wall Street Journal melaporkan bahwa banyak karyawan Yahoo diperkirakan akan menghadapi pemecatan menyusul penurunan keuntungan. Keputusan Thompson untuk menggugat kemungkinan akan mendatangkan dana segar atau aset lain jika pengadilan mengabulkan gugatan itu. "Ini menarik karena pertama kalinya hak paten dipermasalahkan media sosial," kata Andrea Matwyshyn, asisten profesor studi hukum Wharton School, University of Pennsylvania.

Solusi dari kedua kasus

Solusi untuk masalah paten adalah dengan pengembangan teknologi dengan mengembangkan cara dan  sistem perlindungan terhadap karya atau hasil  intelektual di bidang teknologi berupa pemberian hak paten. Tindakan ini dilakukan bertujuan untuk agar tidak terjadi masalah-masalah seperti mengklaim (pembajakan) peniruan tentang pembudidayaan tanaman, budaya, aplikasi teknolgi, dan lain-lain.

Sumber:
http://armada-marshal.blogspot.com/2013/04/studi-kasus-hak-paten-hak-cipta-dan-hak.html

Pengacau Internet di Eropa

8:44 PM 0 Comments
Oleh :
Rahmi Imanda, 15110587
Ega Pramesti, 12110260

Seorang warga negara Belanda ditangkap di timur laut Spanyol karena dicurigai meluncurkan apa yang digambarkan sebagai serangan dunia maya terbesar dalam sejarah internet dioperasikan dari bunker dan memiliki van mampu hacking ke jaringan mana saja di negara, kata para pejabat pada hari Minggu. Tersangka bepergian di Spanyol menggunakan van “sebagai kantor komputasi mobile, dilengkapi dengan berbagai antena untuk memindai frekuensi,” kata pernyataan Kementerian Dalam Negeri. Agen menangkapnya pada hari Kamis di kota Granollers, 35 kilometer sebelah utara Barcelona, sesuai dengan surat perintah penangkapan Eropa yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda.

Rentan … Infrastruktur maya canggih UEA membuatnya rentan terhadap serangan. Serangan terbesar di hacker clock in di 300 miliar bit per detik. Ia dituduh menyerang anti-spam kelompok Spamhaus pengawas Swiss-Inggris yang menghasilkan daftar hitam spammer, termasuk mendistribusikan iklan untuk palsu Viagra dan palsu pil penurunan berat badan mencapai inbox dunia. Pernyataan itu mengatakan petugas menemukan bunker hacker komputer, “dari mana dia bahkan melakukan wawancara dengan media internasional yang berbeda.” 35-tahun, yang kelahiran diberikan sebagai kota Belanda barat Alkmaar, diidentifikasi hanya dengan inisial namanya: SK

Pernyataan itu mengatakan, tersangka menyebut dirinya seorang diplomat milik “Telekomunikasi dan Kementerian Luar Negeri Republik Cyberbunker.” Polisi Spanyol telah diperingatkan pada Maret oleh pemerintah Belanda serangan denial-of-service besar yang sedang diluncurkan dari Spanyol yang mempengaruhi server internet di Belanda, Inggris dan AS Serangan ini memuncak dengan serangan besar pada Spamhaus. Belanda Kantor Kejaksaan Nasional menggambarkan mereka sebagai “serangan pernah terjadi sebelumnya serius pada Spamhaus organisasi nirlaba.” Serangan terbesar clock in di 300 miliar bit per detik, menurut berbasis di San Francisco CloudFlare, yang Spamhaus meminta untuk membantu cuaca serangan gencar. Serangan itu kemudian digambarkan oleh para kritikus sebagai akrobat PR untuk CloudFlare, tapi Spamhaus dikonfirmasi itu serangan terbesar yang pernah ditujukan pada operasinya. Serangan Denial-of-service membanjiri server dengan lalu lintas, kemacetan dengan pesan masuk. Para ahli keamanan mengukur serangan di bit data per detik. Serangan cyber baru-baru ini – seperti yang yang menyebabkan pemadaman gigih pada situs perbankan AS akhir tahun lalu – cenderung puncak pada 100 miliar bit per detik, sepertiga ukuran yang dialami oleh Spamhaus. Belanda, Jerman, Inggris dan pasukan polisi AS mengambil bagian dalam penyelidikan yang mengarah ke penangkapan, Spanyol mengatakan.

Jika Dalam Hukum Indonesia
Penyalahangunaan alat Pasal 34 UU ITE
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan dalam rangka hubungan internasional dengan maksud merusak komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilindungi negara dan berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
Ditindak dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda Rp 10 miliar (Pasal 50 UU ITE).

Solusi untuk mencegah Kasus ini
 Ã¼  Penyedia WIFI harus menggunakan security berupa Password untuk mencegah hal-hal yang tidak inginkan
 Ã¼  Gunakan security password yang cukup rumit agar mencegah terjadinya tindak kejahatan
 Ã¼  Perlunya Dukungan Lembaga Khusus: Lembaga ini diperlukan untuk memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan       sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.
 Ã¼  Pergunakan enkripsi untuk meningkatkan keamanan.
dengan mengubah data-data yang dikirimkan sehingga tidak mudah disadap (plaintext diubah menjadi chipertext). Untuk meningkatkan keamanan authentication (pengunaan user_id dan password)

sumber:
http://roggyandfriends.wordpress.com/cybercrime/studi-kasus/

24 April 2014

UU HAK CIPTA DAN PROSEDUR PENDAFTARAN HAKI

6:47 AM 0 Comments
UU TENTANG HAK CIPTA

UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta ©. Perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. 

LINGKUP HAK CIPTA
     1.      Ciptaan Yang Dilindungi Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta    menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu :
a.      Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
b.      Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
c.       Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
d.      Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime
e.      Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, Arsitektur, Peta, Seni batik, Fotografi, Sinematografi
f.        Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.

      2.      Ciptaan Yang Tidak Diberi Hak Cipta
     Sebagai Pengecualian Terhadap Ketentuan Di Atas, Tidak Diberikan Hak Cipta Untuk Hal - Hal Berikut:
·         Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara
·         Peraturan perundang-undangan
·         Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah
·         Putusan pengadilan atau penetapan hakim
·         Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

BENTUK DAN LAMA PERLINDUNGAN
Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta pada umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30 UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan :
1.      Program computer
2.      Sinematografi
3.      Fotografi
4.      Database
5.      Karya hasil pengalih wujud dan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.

PELANGGARAN DAN SANKSI
Dengan Menyebut / Mencantumkan Sumbernya, Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Hak Cipta Atas :
·         Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
·         Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan.
·         Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
·         Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
·         Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial.
·         Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya: perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan : pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah: Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

PROSEDUR PENDAFTARAN HAKI
   1.      Mengajukan permohonan ke DJ HKI/Kanwil secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan melampirkan: Foto copy KTP yang dilegalisir. Bagi pemohon yang berasal dari luar negeri sesuai dengan ketentuan undang-undang harus memilih tempat kedudukan di Indonesia, biasanya dipilih pada alamat kuasa hukumnya; Foto copy akte pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh notaris apabila permohonan diajukan atas nama badan hukum; Foto copy peraturan pemilikan bersama apabila permohonan diajukan atas nama lebih dari satu orang (merek kolektif); Surat kuasa khusus apabila permohonan pendaftaran dikuasakan; Tanda pembayaran biaya permohonan; 25 helai etiket merek (ukuran max 9×9 cm, min. 2×2 cm); surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftaran adalah miliknya.
   2.      Mengisi formulir permohonan yang memuat : Tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan Nama, alamat lengkap dan kewarganegaraan pemohon; Nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; dan; Nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dangan hak prioritas
   3.      Membayar biaya permohonan pendaftaran merek.
Persyaratan permohonan hak cipta:
a.      Mengisi formulir pendaftaran ciptaan rangkap tiga (formulir dapat diminta secara cuma-cuma pada Kantor Wilayah), lembar pertama dari formulir tersebut ditandatangani di atas materai Rp.6.000 (enam ribu rupiah);
b.      Surat permohonan pendaftaran ciptaan mencantumkan: Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta; Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta; nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa; jenis dan judul ciptaan; Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali; Uraian ciptaan rangkap
    4.      Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan; 
    5.   Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang hak cipta berupa fotocopy KTP atau paspor.    
    6.      Apabila pemohon badan hukum, maka pada surat permohonannya harus dilampirkan turunan resmi akta pendirian badan hukum tersebut
   7.      Melampirkan surat kuasa, bilamana permohonan tersebut diajukan oleh seorang kuasa, beserta bukti kewarganegaraan kuasa tersebut
   8.    Apabila permohonan tidak bertempat tinggal di dalam wilayah RI, maka untuk keperluan permohonan pendaftaran ciptaan ia harus memiliki tempat tinggal dan menunjuk seorang kuasa di dalam wilayah RI 
   9.   Apabila permohonan pendaftaran ciptaan diajukan atas nama lebih dari seorang dan atau suatu badan hukum, maka nama-nama pemohon harus ditulis semuanya, dengan menetapkan satu alamat pemohon
   10.  Apabila ciptaan tersebut telah dipindahkan, agar melampirkan bukti pemindahan hak
   11.  Melampirkan contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya atau penggantinya
   12.  Membayar biaya permohonan pendaftaran ciptaan Rp.200.000, khusus untuk permohonan pendaftaran ciptaan program komputer sebesar Rp.300.000

Sumber:
http://boimzenji.blogspot.com/2013/04/ruang-lingkup-undang-undang-tentang-hak.html
http://rezadaniss.blogspot.com/2014/04/ruang-lingkup-uu-dan-prosedur.html

Cyberlaw di Beberapa Negara

5:08 AM 0 Comments
Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai "online" dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber Law juga didefinisikan sebagai kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang berbagai aktivitas manusia di cyberspace (dengan memanfaatkan teknologi informasi).
Ruang lingkup dari Cyber Law meliputi hak cipta, merek dagang, fitnah/penistaan, hacking, virus, akses Ilegal, privasi, kewajiban pidana, isu prosedural (Yurisdiksi, Investigasi, Bukti, dll), kontrak elektronik, pornografi, perampokan, perlindungan konsumen dan lain-lain.

       1.      Cyber Law di Amerika
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA diadopsi oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL) pada tahun 1999.
Secara lengkap Cyber Law di Amerika adalah sebagai berikut:
·         Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
·         Uniform Electronic Transaction Act
·         Uniform Computer Information Transaction Act
·         Government Paperwork Elimination Act
·         Electronic Communication Privacy Act
·         Privacy Protection Act
·         Fair Credit Reporting Act
·         Right to Financial Privacy Act
·         Computer Fraud and Abuse Act
·         Anti-cyber squatting consumer protection Act
·         Child online protection Act
·         Children’s online privacy protection Act
·         Economic espionage Act
·         “No Electronic Theft” Act

Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).

UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
·         Pasal 5 : mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
·         Pasal 7 : memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
·         Pasal 8 : mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
·         Pasal 9 : membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
·         Pasal 10 : menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
·         Pasal 11 : memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
·         Pasal 12 : menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
·         Pasal 13 : “Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
·         Pasal 14 : mengatur mengenai transaksi otomatis.
·         Pasal 15 : mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
·         Pasal 16 : mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.

2.      Cyber Law di Singapore
Cyber Law di Singapore, antara lain:
·         Electronic Transaction Act
·         IPR Act
·         Computer Misuse Act
·         Broadcasting Authority Act
·         Public Entertainment Act
·         Banking Act
·         Internet Code of Practice
·         Evidence Act (Amendment)
·         Unfair Contract Terms Act

The Electronic Transactions Act (ETA) 1998
ETA sebagai pengatur otoritas sertifikasi. Singapore mempunyai misi untuk menjadi poros / pusat kegiatan perdagangan elektronik internasional, di mana transaksi perdagangan yang elektronik dari daerah dan di seluruh bumi diproses.The Electronic Transactions Act telah ditetapkan tgl.10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang  kemungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.

Tujuan dibuatnya ETA :
·         Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya
·         Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik;
·         Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan menurut undang-undang, dan untuk mempromosikan penyerahan yang efisien pada kantor pemerintah atas bantuan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
·         Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
·         Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
·         Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan  elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronikmelalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.

Pada dasarnya Muatan ETA mencakup, sbb:
·         Kontrak Elektronik
·         Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
·         Tandatangan dan Arsip elektronik

3.      Cyber Law di Malaysia
Cyber Law di Malaysia, antara lain:
·         Digital Signature Act
·         Computer Crimes Act
·         Communications and Multimedia Act
·         Telemedicine Act
·         Copyright Amendment Act
·         Personal Data Protection Legislation (Proposed)
·         Internal security Act (ISA)
·         Films censorship Act

The Computer Crime Act 1997
Sebagai negara pembanding terdekat secara sosiologis, Malaysia sejak tahun 1997 telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya. Sementara, RUU Perlindungan Data Personal kini masih digodok di parlemen Malaysia.
The Computer Crime Act itu sendiri mencakup mengenai kejahatan yang dilakukan melalui komputer, karena cybercrime yang dimaksud di negara Malaysia tidak hanya  encakup segala aspek kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan internet. Akses secara tak terotorisasi pada material komputer, adalah termasuk cybercrime. Hal ini berarti, jika saya memiliki komputer dan anda adalah orang yang tidak berhak untuk mengakses komputer saya, karena saya memang tidak mengizinkan anda untuk mengaksesnya, tetapi anda mengakses tanpa seizin saya, maka hal tersebut termasuk cybercrime, walaupun pada kenyataannya komputer saya tidak terhubung dengan internet.
Lebih lanjut, akses yang termasuk pelanggaran tadi (cybercrime) mencakup segala usaha untuk membuat komputer melakukan/menjalankan program (kumpulan instruksi yang membuat komputer untuk melakukan satu atau sejumlah aksi sesuai dengan yang diharapkan pembuat instruksi-instruksi tersebut) atau data dari komputer lainnya (milik pelaku pelanggar) secara aman, tak terotorisasi, juga termasuk membuat komputer korban untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh pelaku pelanggar tadi.
Hukuman atas pelanggaran The computer Crime Act : Denda sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000) dan atau hukuman kurungan/penjara dengan lama waktu tidak melebihi lima tahun sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut (Malaysia).
The Computer Crime Act mencakup, sbb:
·         Mengakses material komputer tanpa ijin
·         Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
·         Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
·         Mengubah / menghapus program atau data orang lain
·         Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi

4.      Cyber Law di Indonesia
Indonesia telah resmi mempunyai undang-undang untuk mengatur orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam dunia maya. Cyber Law-nya Indonesia yaitu undang–undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Di berlakukannya undang-undang ini, membuat oknum-oknum nakal ketakutan karena denda yang diberikan apabila melanggar tidak sedikit kira-kira 1 miliar rupiah karena melanggar pasal 27 ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan. sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) tidak hanya membahas situs porno atau masalah asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Sebagian orang menolak adanya undang-undang ini, tapi tidak sedikit yang mendukung undang-undang ini.
Dibandingkan dengan negara-negara di atas, indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam hal pengaturan undang-undang ite. Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
·         Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
·         Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
·         UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
·         Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
·         Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
o   Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
o   Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
o   Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
o   Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
o   Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
o   Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
o   Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
o   Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))

      5.       Council of Europe Convention on Cyber crime (Eropa)
Saat ini berbagai upaya telah dipersiapkan untuk memerangi cybercrime. The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, di mana pada tahun 1986 OECD telah mempublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime: Analysis of Legal Policy. Laporan ini berisi hasil survey terhadap peraturan perundang-undangan Negara-negara Anggota beserta rekomendasi perubahannya dalam menanggulangi computer-related crime tersebut, yang mana diakui bahwa sistem telekomunikasi juga memiliki peran penting dalam kejahatan tersebut.
Melengkapi laporan OECD, The Council of Europe (CE) berinisiatif melakukan studi mengenai kejahatan tersebut. Studi ini memberikan guidelines lanjutan bagi para pengambil kebijakan untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang seharusnya dilarang berdasarkan hukum pidana Negaranegara Anggota, dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara hak-hak sipil warga negara dan kebutuhan untuk melakukan proteksi terhadap computer-related crime tersebut. Pada perkembangannya, CE membentuk Committee of Experts on Crime in Cyberspace of the Committee on Crime Problems, yang pada tanggal 25 April 2000 telah mempublikasikan Draft Convention on Cyber-crime sebagai hasil kerjanya ( http://www.cybercrimes.net), yang menurut Prof.

Sumber:
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:mPvb1FKr17oJ:ega.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/34342/Bab%2BV%2BCyberlaw.pdf+&cd=10&hl=en&ct=clnk