Jumlah pelanggan ponsel tahun 2006 sekitar 63 juta dan pada tahun 2010 telah meningkat hampir 350 persen menjadi 211,1 juta pelanggan. Operator Telkomsel, Indosat, dan XL-Axiata menguasai hampir 85 persen dari total pelanggan ponsel. Jika dilihat dari jenis pelanggan berdasarkan operator maka masih didomasi oleh pelanggan prabayar, hal ini karena pertimbangan kemudahan mengontrol penggunaan, nomimal prabayar lebih terjangkau, dan kemudahan menjadi pelanggan.
Kasus ‘pencurian’
pulsa ternyata banyak dialami pelanggan prabayar tersebut. Pengaduan tentang
jasa telekomunikasi menduduki ranking pertama pengaduan yang diterima Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Selama tiga tahun terakhir, hingga triwulan
pertama tahun 2011, aduan telekomunikasi masih tetap menjadi peringkat pertama
(17,9 persen dari 156 aduan). Hampir separuh aduan telekomunikasi berkaitan
layanan content provider (CP). Total aduan hingga Juni tahun 2011 telah
mencapai 39 aduan langsung dan 288 aduan secara tertulis. Bahkan 46,7 persen
dari pengaduan jasa telekomunikasi tersebut merupakan kasus short messaging
service (SMS)
‘pencurian’ pulsa. Keluhan ‘pencurian’ pulsa ini juga diterima Lingkar Studi
Mahasiswa (Lisuma) Jakarta sebanyak 418 pengaduan. YLKI di Jawa Timur juga
telah mencatat terdapat 659 kasus ‘pencurian’ pulsa melalui SMS, bahkan
pertengahan tahun 2011 telah meningkat sebanyak 120 kasus dibanding tahun 2009.
Secara umum ada
dua motif ‘pencurian’ pulsa, yaitu (1) mendapatkan pulsa dan (2) mendapatkan
uang/transfer. Modus operandi ‘pencurian’ pulsa biasanya melalui SMS. Beberapa
metode yang digunakan, yaitu (1) SMS ‘mama minta pulsa’, (2) SMS ‘Kredit Tanpa
Agunan’, dan (3) SMS content premium
yang merupakan kerja sama resmi antara pihak penyelenggara telekomunikasi dancontent. Sebenarnya layanan tersebut dilakukan dengan
Perjanjian Kerja Sama yang di dalamnya menyangkut hak dan kewajiban para pihak.
Dalam pasal-pasal tersebut tidak tertera adanya tindakan mengambil pulsa dengan
cara menipu atau mencuri.
Modus operandi
kasus pertama sudah banyak ditinggalkan, sedangkan kasus ‘minta transfer’
dimulai ketika pelanggan menerima SMS yang berisi permintaan untuk mentransfer
sejumlah uang ke rekening. Modus operandi yang ketiga menurut analis forensik
digital, Gunaris, setidaknya ada tiga modus operandi ‘pencurian’ pulsa, yaitu
(1) premium
call. Modusnya pengguna telepon menerima SMS premium, lalu pengguna
telepon membalas SMS tersebut untuk mengecek dengan memasukkan kode tertentu
dalam rangka mengklaim bonus atau hadiahnya. Meskipun jawabannya tidak sesuai
permintaan, pulsa tetap terpotong, (2) pulsa ‘dicuri’ jika pengguna merespon game murah di TV seharga Rp 1.000. Format
itu sebenarnya bukan untuk membeli game, melainkan mendaftar pada content tertentu, dan (3) pemilik content menelepon pengguna telepon dan
menawarkan content. Meskipun pemilik telepon tidak setuju
mendaftar, nomornya akan didaftarkan secara paksa dan pulsa dicuri.
Pihak Asosiasi
telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) dan Indonesian Mobile and Online Content Provider Association (IMOCA) menjelaskan bahwa layanan SMS content premium merupakan layanan nilai tambah
yang diberikan hanya kepada pelanggan yang telah setuju untuk membeli content atau yang disebut dengan istilah opt-in.
Secara teknis tidak dimungkinkan adanya pemotongan pulsa pelanggan tanpa adanya
permintaan pelanggan atas content tersebut.
Untuk menyikapi hal ini, ATSI dan IMOCA menyadari untuk meningkatkan upaya
sosialiasi dan edukasi kepada pelanggan tidak ‘terjebak’ ketika melakukan
proses opt-in.
Dampak ‘Pencurian’ Pulsa Telepon
Seluler
Kejahatan
tersebut menimbulkan kerugian yang bersifat non-materi dan ekonomis materil.
Kerugian non-materi yaitu menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan
bermasyarakat. Sedangkan kerugian ekonomis materil dijelaskan oleh Anggota
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dimana pada umumnya yang menjadi
korban ‘pencurian’ pulsa adalah orang kecil yang rata-rata hanya mengisi pulsa
Rp5.000-Rp10.000. Jika dikumpulkan, maka jumlah nominal pulsa ponsel yang
dicuri sangat besar. YLKI memperkirakan perputaran uang dari ‘pencurian’ pulsa
melebihi Rp100 miliar per bulan. Angka ini cukup masuk akal karena satu pemilik
dengan enam perusahaan content dapat
mengumpulkan omset hingga Rp30 miliar per satu operator. Di Indonesia terdapat
220 juta nomor ponsel aktif dan 93 persennya merupakan pelanggan pulsa prabayar
yang hanya mengisi pulsa Rp5000 hingga Rp10.000. Jika satu pengguna ponsel
pulsanya dicuri Rp3000 per minggu, maka kerugiannya mencapai lebih dari Rp600
miliar. Ini adalah kasus yang sudah meresahkan masyarakat. Berdasarkan data
YLKI, hingga kuartal pertama 2011, jumlah nomor ponsel aktif sudah mencapai 243
juta. Angka ini tumbuh 10 persen dari September 2010 yang baru mencapai 180
juta.
Badan Regulasi
Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sebagai badan yang mengawasi regulasi
telekomunikasi telah mengambil berupaya (1) untuk jangka pendek, BRTI akan
terus menerima pengaduan melalui pos pengaduan yang telah disiapkan bersama
Kemenkominfo, (2) untuk jangka panjang, BRTI akan menelusuri bersama dan
melakukan audit terhadap operator maupun CP. Jika ditemukan tindak kriminal
maka akan diserahkan kepada Bareskrim, dan (3) menyiapkan regulasi tentang SMS spam.
Sejak Oktober tahun 2011, BRTI telah mem-black list 60 CP dan akan ditindaklanjuti ke
kepolisian. Masalah menjadi semakin rumit dimana Kemenkominfo tidak dapat serta
merta mencabut izin CP karena pertimbangan disinsentif bagi perkembangan
industri kreatif content dan
aplikasi di dalam negeri. Kamar Dagang Indonesia (Kadin) juga memiliki
perhatian lebih terhadap industri content digital
ini karena melibatkan banyak industri lain, seperti industri musik, game,
dan entertainment.
Berbeda dengan perkembangan industri musik di luar negeri, industri musik di
dalam negeri tumbuh karena layanan content Ringback Tone (RBT).
Kebijakan dan Perundang-Undangan
Permasalahan yang
terjadi saat ini, khususnya ‘pencurian’ pulsa dapat dihindarkan jika mengikuti
regulasi melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 1 Tahun 1009
tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan
Singkat (Short Messaging Service/SMS)
ke Banyak Tujuan (Broadcast). Asimetris
informasi di antara konsumen sebagai pengguna jasa telekomunikasi tersebut juga
memiliki andil terjadinya ‘pencurian’ pulsa. Oleh sebab itu sosialisasi
peraturan dan juga teknis operasi bisnis di lapangan harus ditingkatkan, baik
dari provider maupun asosiasi. Sedangkan untuk mengantisipasi perkembangan
sektor telekomunikasi dan informatika ke depan yang semakin kompleks, terdapat
wacana untuk menghadirkan UU konvergensi yang diharapkan dapat memfasilitasi
dan mensinergikan pengaturan di bidang telekomunikasi dan informatika secara
komprehensif dan tidak parsial seperti saat ini.
Penutup
Perubahan
paradigma telekomunikasi Indonesia harus menjadi peluang yang pontesial untuk
digunakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu
peran pemerintah, BRTI, asosiasi, service provider, dan CP menjadi penting untuk
memfasilitasi penggunaan layanan telekomunikasi yang fair dan bermanfaat, serta tidak memihak
hanya kepada kepentingan operator ponsel. Lemahnya peran BRTI dan kurangnya sosialisasi tentang proses
penyelenggaraan jasa telekomuniasi tersebut telah memberi ruang munculnya kasus
‘pencurian’ pulsa.
Sumber:
http://iw4nhermawan.wordpress.com/2011/11/10/kebijakan-dan-pasar-telekomunikasi-di-indonesia-kasus-%E2%80%98pencurian%E2%80%99-pulsa-telepon-seluler/