"ini tulisan waktu belajar di FLP Depok BATRE 12. Bagaimana menggali ide kreatif dengan hal-hal kecil yang ada disekitar kita. Dan inilah hasil nya... selamat menikmati. (^ . ^)// "
Sebuah
kertas kosong dan pulpen tergeletak diatas meja belajarnya. Matanya tajam,
menatap kertas kosong itu. Aroma kopi hitam yang menggoda bahkan tidak mampu
mengalihkan pandangannya dari kertas kosong itu. Ia duduk sambil menyilangkan
kedua tangan, keningnya berkerut, dan sesekali menghela nafas. Tak lama
kemudian ia meletakkan kedua tangannya di atas meja dan menyangga kepalanya
yang berat. Iapun memejamkan matanya, dan kerut dikeningnya semakin
berlipat-lipat. Akhirnya ia pun berdiri, meregangkan seluruh badannya,
meloncat-loncat, dan kembali duduk ke tempat semula. Hening.
Tangannya sibuk memainkan pulpen
itu. Lalu ia pun mengambil cangkir kopi yang berada disampingnya. Saat bibir
cangkir itu sampai dimulutnya, yang tersisa hanyalah ampas hitam yang kering.
Matanya melihat ke dinding kamar, jarum runcing pendek itu sudah bergeser dari
angka tujuh ke angka delapan. Ia tidak menyadari bahwa minumannya sudah habis
dari tadi. Saat matanya kembali ke atas meja, kertas itu masih saja kosong. Ia
mulai menggaruk-garuk kepalanya, frustasi. Kemudian ia melihat beberapa helai
rambut tersangkut disela jemarinya. Saat itu juga sebuah ide brilliant muncul bagaikan di sambar
petir. Mulutnya mulai melebar, kerutan dikeningnya mulai menghilang, dan
matanya berbinang-binang. Ide itu mengalir dan terus mengalir.
Pulpen masih ditangan, dan ia pun
mulai menulis. Heran. Kertas itu masih saja kosong. Kemudian ia menulis lagi
dan lagi, namun kertas itu masih tetap kosong. Di lemparnya pulpen itu ke atas
kasur, dan iapun segera mencari pulpen lain. Kosong. Rak peralatan tulisnya
kosong melompong, yang tersisa hanya sebatang penghapus berwarna abu-abu dekil.
Ia berdiri mengambil tas yang bertengger di pintu kamarnya. Memeriksa satu per
satu saku yang ada. Keningnya lagi-lagi membentuk lipatan kain. Tas itupun ia
angkat secara terbalik, semua isinya berjatuhan. Ia melempar tas itu dan
mengobrak abrik tumpukan buku dan receh-receh yang bergeletakan di atas lantai.
Tidak ada. Ia tidak kehilangan akal, laci buku dan rak buku pun dibongkarnya. Lagi-lagi
tidak ada. Ia membuka pintu kamarnya. Berjalan melewati sebuah kamar satu demi
satu. Semua lampu di kamar itu mati dan di gembok.
Akhir minggu. Kemudian ia
menundukkan kepala dan berbalik menuju kamar no tiga. dilihatnya pulpen perak
yang tergeletak di atas kasurnya. Pulpen itu ia gores-goreskan ke atas kaca, berharap
terjadi suatu keajaiban, dan kemudian ia kembali menulis. Kertas itu masih
kosong. Kepala pulpen itupun ia putar, dan ditariknya tulang pulpen itu dari
tubunya. Habis. Iapun berdiri mengambil dompet yang tergeletak bersamaan dengan
tumpukan buku-buku tadi. Setelah mengunci pintu kamar, ia pergi menuju warung
terdekat. Berjalan melewati gedung kos-kosan yang tersusun rapi di perumahan
itu. Matanya fokus mencari warung yang masih buka. Cuaca malam sepertinya tidak
bersahabat dengannya, suara petir mulai bersahut-sahutan. Ia belum juga
menemukan sebuah warung. Gerimis mulai membasahi tubuhnya disambut hujan yang
semakin lebat. Akhir minggu dan masa liburan. Hampir semua warung sekitar kosan
ikutan meliburkan diri.
Sekali lagi dengan wajah tertunduk di tambah hujan
yang mengguyur, ia berbalik menuju kosan. Kepalanya sudah kebanjiran ide dan hampir
meledak. Ia kembali duduk dan memandangi kertas kosong itu. Tanpa pikir panjang
iapun mengambil pulpen tadi, dan menulis di atas kertas kosong itu, tanpa tinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar