Follow Us @soratemplates

31 Januari 2013

Terima Kasih Tuhan Part1


Paris, Perancis
Indahnya sinar mentari menerangi puncak menara Eiffel. Tak henti-hentinya Fatimah menatap menara itu sambil mengucap syukur. Dari dulu dia sangat ingin melihat menara itu dari dekat. Kini, semua telah terwujud. Dua tahun lalu, dia dan teman satu kampusnya, Sahara, mendapatkan kontrak kerja di Perancis selama dua tahun. Fatimah lulus di salah satu Universitas di Perancis jurusan arsitektur. Saat kuliah dia sering melukis dan mendapatkan penghasilan dari lukisannya itu.  Melukis adalah hobinya semenjak kecil, namun menjadi seorang arsitek adalah cita-citanya.
 “Lukisanmu sangat cantik.” seorang nenek-nenek Perancis terkesima melihat lukisan Danau Maninjau milik Fatimah. “Merci, madame”, terima kasih madam. “Dimanakah ini?” tanya nenek tersebut penasaran melihat keindahan alam Indonesia.
Ouest de Sumatra en Indonésie” jawab Fatimah dengan senyum manisnya. Nenek itu melihat lukisan Fatimah dengan seksama. Kemudian, terbersitlah di hati nenek itu untuk membeli lukisan tersebut. “Saya jadi ingin datang ke tempat ini.” kata nenek itu sambil membayangkan dirinya berada di Danau Maninjau. “Wah, kalau nenek datang ke Indonesia, saya akan sangat senang sekali menemani nenek berkeliling ke tempat-tempat yang indah dan mengagumkan.” balas Fatimah dengan bahasa Perancisnya yang lancar. “Wah, itu terdengar sangat menyenangkan”. Fatimah dan nenek itupun kemudian saling berbagi cerita dengan serunya. Tanpa dia sadari matahari sudah mulai terbenam.
Fatimah beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju apartemen. Lokasi apartemennya tidak jauh dari bangunan yang penuh sejarah itu . Begitu sampai, dia langsung membuka laptop dan jemarinya mulai sibuk bergerak. Setelah email yang dibuat nya terkirim, Fatimah pun beranjak dari kursinya untuk mengambil air wudhu. Tiba-tiba saja punggungnya terasa sakit sekali. Dia hampir tidak bisa untuk berdiri tegak. “Kamu tidak apa-apa Fatimah?”tanya Sahara. “Tidak apa-apa, mungkin sindrom setelah haid, biasanya punggungku memang selalu sakit. Tapi entah kenapa kali ini rasanya benar-benar sakit, dan panggulku juga terasa nyeri.” jawab Fatimah menahan rasa sakitnya. “Sebaiknya kamu periksakan ke dokter, biar bisa diobati.”saran Sahara. “Insya Allah tidak apa-apa kok, nanti juga sehat kembali.”jawab Fatimah.
“Ya sudah, kamu istirahat saja dulu. Jangan sampai kamu sakit. Besok kita akan melakukan meeting terakhir dengan Pak George, dan di  minggu terakhir kita bisa jalan-jalan. Aku sudah tidak sabar ingin berkunjung ke Istana Versailes.” balas Sahara penuh semangat. Seminggu terakhir di Perancis adalah saat yang ditunggu-tunggu Fatimah dan Sahara, karena mereka bisa berkeliling ke berbagai tempat yang dulu tidak sempat mereka datangi.
Sepulang meeting dengan kliennya, Fatimah langsung mengecek inbox emailnya. Dia melihat ada satu email masuk. Dari ayahnya.
“Assalamualaikum anandaku sayang,
Bagaimana kabarmu disana? Kami harap kamu dalam keadaan baik-baik saja, dan selalu dalam lindungan Allah S.W.T. Kami sangat senang sekali mendengar kalau seminggu lagi kamu akan pulang ke Indonesia. Ada kabar baik dari Tiara adik bungsumu, dia  berhasil mendapatkan peringkat pertama satu sekolah di Ujian Nasional, dan alhamdulillah dia juga berhasil mendapatkan beasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri dengan jurusan kedokteran. Tapi sepertinya dia masih bingung, katanya dia juga ingin mendapatkan beasiswa ke luar negeri seperti kamu dulu. Apapun pilihannya nanti, kita do’akan saja, semoga itu yang terbaik. Kami sekeluarga sudah tidak sabar lagi menungu kedatanganmu. Oh iya, Farhan dan Tiara ingin dibawakan  oleh-oleh miniatur menara Eiffel, mereka bilang gantungan kunci yang kamu berikan dulu terlalu kecil J. Sukses ya nak di sana, semoga Allah selalu melimpahkan kasih sayangNya padamu. Do’a kami selalu menyertaimu disana.”

Seminggu terakhir benar-benar dimanfatkan Fatimah dan sahabatnya untuk berlibur. Sahara begitu menikmati indahnya pesona Istana Versailes. Istana yang begitu megah. Fatimah juga tidak kalah kagumnya melihat arsitektur gothic, Notredame. Mereka juga tidak lupa berkunjung ke kota Lyon yang terkenal dengan kulinernya yang lezat. Sangat menyenangkan menikmati keindahan kota-kota di Perancis, tapi kebahagiaan untuk kembali ke tanah air adalah sesuatu yang berbeda, dan lebih dinanti.

Jakarta, Indonesia
Fatimah menunggu sambil mengingat kenangan manisnya bersama ibu, ayah dan kedua adiknya. Saat masih kecil, Fatimah sering bermain petak umpet di sebuah taman, dekat rumahmya. Tempat itu menjadi tempat favorit keluarganya. Fatimah tersadar dari lamunannya saat mendengar pemberitahuan bahwa, pesawat yang dia tumpangi akan segera mendarat di Bandara Soekarno-Hatta.
Fatimah melihat keluarganya telah menanti kedatangannya. Kemudian diapun memeluk ibunya, serta mencium tangan sang ayah,  dan memeluk kedua adiknya tercinta.
“Bagaimana kuliahmu Farhan, lancar?” tanya Fatimah.
Alhamdulillah, kak. Lancar.” jawab Farhan.
“Gimana nggak lancar, kak. Ada cewek cantik yang bikin kak Farhan betah ke kampus.”lanjut Tiara. “Kamu ini, masih kecil, jangan sok tahu deh.” lanjut Farhan. Fatimah hanya tersenyum mendengar celotehan adik bungsunya itu.
Fatimah banyak bercerita tentang kehidupannya selama kerja di Perancis. Si bungsu tidak henti-hentinya menggoda kakak lelakinya. Begitu sampai di rumah, ibunya telah menyiapkan hidangan untuk makan bersama. Menurutnya, masakan ibunya jauh lebih enak dari masakan manapun. Melihat senyum anggota keluarganya membuat Fatimah merasa paling beruntung dan bahagia.
“Oh iya kak, oleh-olehnya ada nggak?”tanya Tiara penuh harap.
“Yaaah, kakak lupa, dek...” goda Fatimah. Raut wajah Tiara langsung terlihat kecewa.
“Bercanda, ada di dalam tas kakak, sebentar ya.” Fatimah beranjak dari kursinya. Tiba-tiba saja Fatimah terjatuh, pinggulnya terasa nyeri dan punggungnya terasa amat sakit. Fatimah berusaha untuk menahan rasa sakit yang dideritanyanya. Fatimah tidak ingin membuat keluarganyanya khawatir, tapi ibunya sudah terlanjur menghampiri dan melihat kondisi Fatimah. “Kamu kenapa, Nak?” tanya ibunya khawatir. “Tidak apa-apa kok, Bu. Aku baik-baik saja, cuma sindrom bulanan.” jawab Fatimah. Fatimah merasa ada yang aneh dengan dirinya. Hampir setiap minggu dia mengeluarkan darah, seperti pada saat haid. Ia juga sering merasakan sakit di bagian paha, pinggang dan pinggulnya.
Pada malam hari setelah kejadian itu dia membuka beberapa situs di internet dan mengetik beberapa gejala yang dialaminya. Dia membuka beberapa artikel. Semakin banyak informasi yang didapatnya semakin kuat jantungnya berdetak, nafasnya mulai naik-turun, dan badannya mulai gemetar, shock.
Fatimah datang ke rumah sakit tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya. Fatimah membuat janji bertemu dengan Dokter Arini, ginekolog andalan rumah sakit tersebut. Dokter Arini melakukan pemeriksaan terhadap Fatimah. Dua hari kemudian, Fatimah kembali datang ke rumah sakit.
”Ba..bagaimana hasilnya,...Dok?” tanya Fatimah dengan cemas. Dia tidak bisa membaca ekpresi DokterArini.
“Fatimah, saya sudah melihat hasil pemeriksaan kamu. Awalnya, saya sempat mengira terjadi kesalahan terhadap hasilnya. Namun setelah saya melakukan beberapa kali uji coba, hasilnya tetap sama. Maafkan saya harus menyampaikan hal ini. Kekhawatiran yang kamu rasakan, ternyata benar. Hasil lab menyatakan bahwa, kamu mengidap kanker serviks stadium lanjut.” jawab Dokter Arini.
Hening. Fatimah terpana mendengar jawaban dari dokter. Dua kata itu, kanker serviks, membuat tubuh Fatimah tidak berkutik. Badannya dingin dan gemetar, jantungnya berdetak cepat, dan matanya mulai basah. “Ba..bagaimana mungkin dokter? Saya belum menikah, bagaimana mungkin.. saya tidak pernah...” kata-katanya terhenti, nafasnya mulai tidak beraturan, air matanya bercucuran. “Fatimah, saya mengerti bagaimana perasaan kamu setelah mendengarkan kabar ini. Memang, kebanyakan penyakit ini datang pada orang yang telah menikah. Namun, pada kenyataannya penyakit ini bisa menyerang siapa saja.”
“Tapi.. kenapa bisa... Dokter?” tanya Fatimah.
“Kanker serviks. Disebabkan karena virus yang bernama papiloma. Butuh waktu 10 hingga 20 tahun seseorang baru bisa dikatakan terjangkit kanker serviks. Itulah sebabnya penyakit ini terkenal dengan sebutan sillent killer. Kanker ini, bisa disebabkan karna pembersihan genital dengan air yang tidak bersih, misalnya air sungai atau air di toilet umum yang tidak terawat, atau bahkan sudah terkena virus. Bisa juga karna pemakaian pembalut wanita yang mengandung bahan pemutih.
Setelah bicara panjang lebar dengan Dokter Arini, Fatimah pun pergi meninggalkan rumah sakit dengan persaan hampa. Dia bertanya-tanya di dalam hati, kenapa dia harus menerima cobaan yang begitu berat seperti ini. Pikirannya kacau. Seolah-olah kebahagiaan yang baru saja dirasakannya kemarin langsung hilang ditelan bumi, yang ada hanya kesedihan dan kesakitan. Fatimah berusaha sekuat mungkin untuk memendam kesedihannya.
“Kamu dari mana saja, Nak? Ibu khawatir.”tanya ibunya cemas.
“Maaf, Bu. Tadi aku pergi tanpa izin.” balas Fatimah. “Ya sudah, lain kali jangan lupa minta izin lagi, ibu khawatir. Kamu belum makan kan, ibu sudah masak makanan kesukaan kamu.”balas ibunya sambil tersenyum. Fatimah memperhatikan wajah ibunya. Wajah itu begitu damai, dan pancaran kebahagiaan terlihat jelas di matanya. ‘Apa yang akan terjadi dengan wajah ini, seandainya dia tahu aku sakit parah? Apa senyuman di wajah ini akan hilang karena diriku?’. batin Fatimah tidak kuat menahan kesedihannya. Dia membalas seyuman ibunya dan segera berlalu ke kamar.
Semalaman dia menahan tangis sambil terisak-isak, memendam perasaannya. Fatimah tidak ingin ada yang tahu soal penyakitnya. Dia memutuskan untuk bertahan. Selama beberapa hari dia mengkonsumsi obat yang diberikan oleh dokter secara diam-diam.
Suatu hari saat Tiara sibuk mencari buku referensi ujian di kamar kakaknya, tiba-tiba saja dia mencium bau tidak enak. “Kenapa Tiara, kok mengernyit begitu?”tanya Fatimah. “Kakak nyium bau aneh, nggak?” tanya Tiara sambil menutup hidungnya. Betapa kagetnya Fatimah mendengar ucapan adiknya. Dia hanya tersenyum pilu, sambil mengangkat bahu. ‘Ya Allah, sampai kapan aku akan bertahan dengan kondisi seperti ini?’ batin Fatimah. Beberapa hari ini Fatimah berhasil menutupi badannya yang kurus, dengan menggunakan berlapis-lapis baju. Namun, untuk bau ini Fatimah tidak bisa menutupinya. Fatimah semakin merasa terpuruk dengan situasinya sekarang, tapi dia tetap berusaha sekuat tenaga untuk tersenyum di depan keluarganya, seolah-olah penyakit itu tidak pernah ada. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar